Pendakian Gede November Rain
Ada sedikit gundah sepanjang hari itu, padahal semua sudah dipersiapkan dengan baik. Ya, sejak malam tadi aku telak packing semua barang-barangku. Sesekali kutengok bidadari kecilku yang begitu lelap didepanku, cahaya yang terpancar dari wajah nan suci. Oh, gelisah itu kian menggelayuti hati ini. Ingin sekali kuajak bidadari kecil ini untuk turut serta.
Aku kembali memeriksa perlengkapan yang sudah tersusun rapi dalam carrier. Matras, sleeping bag, trangia kecil, spirtus, misting, makanan, pakaian ganti + kaos kaki cadangan, senter + battery & bohlam cadangan, victorinox kecil, peralatan makan, topi rimba & balaklava / kupluk, tali, ponco (yang selalu menjadi andalan dalam perjalananku) , juga handbody dan pengharum tubuh. Hhmm…hanya tinggal menunggu tenda yang akan diantarkan oleh temen pendakianku.
Aktifitas itu ternyata tak jua mengusir rasa gelisahku, berkali-kali kulirik malaikat kecilku itu, berharap dia terjaga dan menyapaku manja, "Ayah….gendong Najla". Suara yang begitu akrab dan yang sangat kutunggu.
Akhirnya saat itupun tiba, walau dengan berat hati dan gundah yang masih menyelubungi aku pamit pada istriku tercinta. Ku tengok sebentar si kecilku, berharap untuk kesekian kali. "Assalamu'alaikum… .", kulangkahkan kaki meninggalkan gerbang rumah itu.
Hampir satu jam aku dan temanku menunggu di depan Pos dan Giro Cibodas, sesekali aku dan temanku ngobrol dengan sopir angkot yang setia menanti teman-teman lainnya. Udara malam tak terasa menyengat, sambil menunggu mulut ini terus mengunyah kue hasil olah tangan istri ku. Waktu sudah menunjukan jam 1, mungkin tak lama lagi mereka akan sampai.
Pagi itu semua sudah siap di Pos Pemeriksaan (Sekretariat GPO), setelah semalam menginap dirumah penduduk dan paginya menyempatkan untuk mengisi perbekalan sebelum pendakian. Setelah semua prosedure dilalui, akhirnya pendakian ke Gede lewat Putri pun dimulai.
Rasanya badan ini agak kaku, setelah cukup lama absen dalam pendakian-pendakian yang diadakan teman-teman di dunia kabel. Perlu beberapa saat untuk beradaptasi den membiasakan diri dengan suasana alam ini. Perjalanan dimula1 dengan obrolan-obrolan ringan disertai canda dan tawa kian menyemrakan suasana.
Sepertinya keakraban terjalin tanpa disadari, sebagian peserta masih belum ku kenal dengan baik, karena baru kali ini bertemu dan mendaki bersama. Tapi ternyata tak butuh waktu untuk bias masuk dalam suasana persahabatn yang hangat dan mesra ini. Bahkan diantara mereka sudah terbiasa saling bersenda gurau layaknya sahabat yang lama tak berjumpa. Keceriaan memenuhi seisi belantara, diiringi suasana yang teduh. Sepertinya matahari enggan untuk merusak suasana yang mesra diantara kami.
Kulihat jam ditanganku, " Uhhh, tak terasa dua jam sudah pendakian ini berjalan". Kurasakan tubuh ku sedikit pegal dan butiran-butiran keringat memenuhi dahi-ku. "Masihkah mampu tubuhku menopang beban yang ada di pundak ini, mendaki dengan modal semangat dan kerinduan akan belaian jenggala". Batinku bergemuruh. Sepertinya aku harus memulai melatih kembali kesabaran yang dulu sering harus kuhadapi. "Mampu kah?????", hanya itu yang tersisa dari sebuah tanya.
Irama nafas yang berbaur dengan gemuruh langkah kaki, tertatih-tatih namun tegap menapak pada perut bumi. Rasa yang dulu menjadi teman sejati kembali menyapa dan terus mengikuti, seperti dulu aku harus mampu melewati saat-saat seperti ini. Mencoba melintas batas yang tak setiap hari kutemui, melawan keangkuhan untuk menyerah dan kesombongan untuk berhenti. Tak ada waktu untuk mundur kembali, hanya semangat dan rasa rindu yang menjadi semangat baru. Satu…dua… tiga….terlewati sudah masa-masa sulit yang saling menghimpit.
Langkah semakin menanjak, ketika kabut pun turut mengikuti dalam setiap hela nafas yang terbuang. Membelai lembut insane berjuang, menghangatkan semangat yang mulai meredup terbuai angan dan ilusi sesaat. Kaki terseret, hati terus melantunkan lagu syahdu Sang Maha
Sempurna yang memberikan asa yang tak pernah putus. Ada rasa damai mengalir pada aliran darah disekujur tubuh. Memberikan kekuatan untuk terus melangkah dan menatap misteri di depan sana. Tak banyak berubah yang kunikmati, hanya kekaguman dan rasa syukur yang terus terbarui. Setiap kali kurenungkan, tak pernah terbersit akal untuk menjangkaunya.
Ketika dataran itu kuraih, sejuta bebas terlepas sudah. Tampak didepanku sebuah Maha Karya Sempurna, bertebaran memainkan keindahannya dipelupuk mata. Tampak taman edelweiss begitu mempesona, terbungkus kabut tips dan semilir angina yang menggoda. Tak kuasa aku dan mungkin teman-temanku untuk mengabadikannya dalam sebuah mekanik modern. Rasa narsis begitu menggelora, seolah lupa bahwa masih ada seni yang lebih sempurna
Akhirnya saat yang ditunggu pun sudah didepan mata, setelah mencari tempat untuk membuka tenda, akhirnya diputuskan untuk menempati dataran tinggi diseberang mata air alun-alun. Tempat yang terbuka dengan pemandangan yang lepas kesemua arah, namun menjadi sapuan
angin yang empuk (alhamdulillah tidak hujan dan badai J). Diiringi hujan rintik-rintik membuat suasana cukup sunyi dengan hembusan angis yang deras menerpa wajah.
Terlihat aktifitas di tenda-tenda yang gigih menopangkan pasak-pasak besi pada bumi, mendekap erat ibu pertiwi dari canda angin surya kenca. Canda dan tawa masih terdengar di tenda-tenda itu, deru tenda yang berkibar diterjang angin tak menyurutkan aktifitas didalamnya. Obrolan itu masih terus berlanjut untuk beberapa saat. Obrol yang penuh kehangatan menambah suasana semakin hidup. Sesekali terdengar lagu-lagu yang romantis terdengar dari salah satu tenda, mungkin terbawa suasana alam yang cukup membuat hati terpesona.
Pagi itu tampak serombongan pendaki lintas milist mulai menuju puncak gede. Semangat di pagi hari terasa begitu kuat, pun ketika buah arbei hutan tak luput darinya. Sesekali arbei itu memberikan nuansa rasa yang membuat pipi tersenyum kecut :D. Asam-manis arbei hutan ikut menyemarakan pagi yang indah. Tak lama rombongan pun mennggapai puncak Gede.
"Alhamdulillah… .", sebuah ungkapan rasa yang tak terbayangkan. Lalu mulai kusalami mereka satu persatu untuk mengucapkan selamat J. Sayang, cuaca tak begitu ceria, kabut tebal menghalangi pemandangan indah puncak Pangrango dan kawah wadon yang menjadi daya tarik
pendaki. Tebalnya kabut semakin semarak memenuhi seisi puncak Gede, rintik-rintik air pun mulai berjatuhan tak kuasa menahan beban di atas sana. Tak banyak aktifitas dilakukan diatas sana selain harus kembali meneruskan perjalanan pulang menuju Cibodas.
Perjalanan sempat kita hentikan sejenak, saat salah seorang peserta melintasi batas kenangan seorang sahabat yang begitu membekas dalam kehidupannya. Sejenak kami pun diam sesaat untuk memberikan penghormatan dan doa untuknya. Semoga dia ditempatkan yang layak
oleh Allah swt, amin
Hujan tak hentinya mengikuti perjalanan kami pulang, sepertinya cuaca ini begitu kental selalu menyelimuti tegarnya Gede-Pangrango. Menambah semangat karena ingin cepat sampai di bawah untuk menikmati suasana hangat gubuk volunteer. Di Panyancangan kami bertemu dengan rekan-rekan yang tak bias ikut ke surya kencana kemarin. Mereka dengan antusias menunggu kami disana, sungguh sebuah niatan persahabatan yang agung. Walaupun tak pernah bertemu sebelumnya, namun seperti ada ikatan yang tak terbantahkan.
Malam itu sambil menunggu hujan reda, kami masih terus bercengkrama di gubuk Montana, sambil menimati kopi dan makanan kecil yang tersedia. Suasananya begitu mesra dan membuat betah berlama-lama disana. Banyak kawan lama dan baru bercampur disana, sebentuk perjalinan sebuah persahabatan yang sempurna.
Read More..
Aku kembali memeriksa perlengkapan yang sudah tersusun rapi dalam carrier. Matras, sleeping bag, trangia kecil, spirtus, misting, makanan, pakaian ganti + kaos kaki cadangan, senter + battery & bohlam cadangan, victorinox kecil, peralatan makan, topi rimba & balaklava / kupluk, tali, ponco (yang selalu menjadi andalan dalam perjalananku) , juga handbody dan pengharum tubuh. Hhmm…hanya tinggal menunggu tenda yang akan diantarkan oleh temen pendakianku.
Aktifitas itu ternyata tak jua mengusir rasa gelisahku, berkali-kali kulirik malaikat kecilku itu, berharap dia terjaga dan menyapaku manja, "Ayah….gendong Najla". Suara yang begitu akrab dan yang sangat kutunggu.
Akhirnya saat itupun tiba, walau dengan berat hati dan gundah yang masih menyelubungi aku pamit pada istriku tercinta. Ku tengok sebentar si kecilku, berharap untuk kesekian kali. "Assalamu'alaikum… .", kulangkahkan kaki meninggalkan gerbang rumah itu.
Hampir satu jam aku dan temanku menunggu di depan Pos dan Giro Cibodas, sesekali aku dan temanku ngobrol dengan sopir angkot yang setia menanti teman-teman lainnya. Udara malam tak terasa menyengat, sambil menunggu mulut ini terus mengunyah kue hasil olah tangan istri ku. Waktu sudah menunjukan jam 1, mungkin tak lama lagi mereka akan sampai.
Pagi itu semua sudah siap di Pos Pemeriksaan (Sekretariat GPO), setelah semalam menginap dirumah penduduk dan paginya menyempatkan untuk mengisi perbekalan sebelum pendakian. Setelah semua prosedure dilalui, akhirnya pendakian ke Gede lewat Putri pun dimulai.
Rasanya badan ini agak kaku, setelah cukup lama absen dalam pendakian-pendakian yang diadakan teman-teman di dunia kabel. Perlu beberapa saat untuk beradaptasi den membiasakan diri dengan suasana alam ini. Perjalanan dimula1 dengan obrolan-obrolan ringan disertai canda dan tawa kian menyemrakan suasana.
Sepertinya keakraban terjalin tanpa disadari, sebagian peserta masih belum ku kenal dengan baik, karena baru kali ini bertemu dan mendaki bersama. Tapi ternyata tak butuh waktu untuk bias masuk dalam suasana persahabatn yang hangat dan mesra ini. Bahkan diantara mereka sudah terbiasa saling bersenda gurau layaknya sahabat yang lama tak berjumpa. Keceriaan memenuhi seisi belantara, diiringi suasana yang teduh. Sepertinya matahari enggan untuk merusak suasana yang mesra diantara kami.
Kulihat jam ditanganku, " Uhhh, tak terasa dua jam sudah pendakian ini berjalan". Kurasakan tubuh ku sedikit pegal dan butiran-butiran keringat memenuhi dahi-ku. "Masihkah mampu tubuhku menopang beban yang ada di pundak ini, mendaki dengan modal semangat dan kerinduan akan belaian jenggala". Batinku bergemuruh. Sepertinya aku harus memulai melatih kembali kesabaran yang dulu sering harus kuhadapi. "Mampu kah?????", hanya itu yang tersisa dari sebuah tanya.
Irama nafas yang berbaur dengan gemuruh langkah kaki, tertatih-tatih namun tegap menapak pada perut bumi. Rasa yang dulu menjadi teman sejati kembali menyapa dan terus mengikuti, seperti dulu aku harus mampu melewati saat-saat seperti ini. Mencoba melintas batas yang tak setiap hari kutemui, melawan keangkuhan untuk menyerah dan kesombongan untuk berhenti. Tak ada waktu untuk mundur kembali, hanya semangat dan rasa rindu yang menjadi semangat baru. Satu…dua… tiga….terlewati sudah masa-masa sulit yang saling menghimpit.
Langkah semakin menanjak, ketika kabut pun turut mengikuti dalam setiap hela nafas yang terbuang. Membelai lembut insane berjuang, menghangatkan semangat yang mulai meredup terbuai angan dan ilusi sesaat. Kaki terseret, hati terus melantunkan lagu syahdu Sang Maha
Sempurna yang memberikan asa yang tak pernah putus. Ada rasa damai mengalir pada aliran darah disekujur tubuh. Memberikan kekuatan untuk terus melangkah dan menatap misteri di depan sana. Tak banyak berubah yang kunikmati, hanya kekaguman dan rasa syukur yang terus terbarui. Setiap kali kurenungkan, tak pernah terbersit akal untuk menjangkaunya.
Ketika dataran itu kuraih, sejuta bebas terlepas sudah. Tampak didepanku sebuah Maha Karya Sempurna, bertebaran memainkan keindahannya dipelupuk mata. Tampak taman edelweiss begitu mempesona, terbungkus kabut tips dan semilir angina yang menggoda. Tak kuasa aku dan mungkin teman-temanku untuk mengabadikannya dalam sebuah mekanik modern. Rasa narsis begitu menggelora, seolah lupa bahwa masih ada seni yang lebih sempurna
Akhirnya saat yang ditunggu pun sudah didepan mata, setelah mencari tempat untuk membuka tenda, akhirnya diputuskan untuk menempati dataran tinggi diseberang mata air alun-alun. Tempat yang terbuka dengan pemandangan yang lepas kesemua arah, namun menjadi sapuan
angin yang empuk (alhamdulillah tidak hujan dan badai J). Diiringi hujan rintik-rintik membuat suasana cukup sunyi dengan hembusan angis yang deras menerpa wajah.
Terlihat aktifitas di tenda-tenda yang gigih menopangkan pasak-pasak besi pada bumi, mendekap erat ibu pertiwi dari canda angin surya kenca. Canda dan tawa masih terdengar di tenda-tenda itu, deru tenda yang berkibar diterjang angin tak menyurutkan aktifitas didalamnya. Obrolan itu masih terus berlanjut untuk beberapa saat. Obrol yang penuh kehangatan menambah suasana semakin hidup. Sesekali terdengar lagu-lagu yang romantis terdengar dari salah satu tenda, mungkin terbawa suasana alam yang cukup membuat hati terpesona.
Pagi itu tampak serombongan pendaki lintas milist mulai menuju puncak gede. Semangat di pagi hari terasa begitu kuat, pun ketika buah arbei hutan tak luput darinya. Sesekali arbei itu memberikan nuansa rasa yang membuat pipi tersenyum kecut :D. Asam-manis arbei hutan ikut menyemarakan pagi yang indah. Tak lama rombongan pun mennggapai puncak Gede.
"Alhamdulillah… .", sebuah ungkapan rasa yang tak terbayangkan. Lalu mulai kusalami mereka satu persatu untuk mengucapkan selamat J. Sayang, cuaca tak begitu ceria, kabut tebal menghalangi pemandangan indah puncak Pangrango dan kawah wadon yang menjadi daya tarik
pendaki. Tebalnya kabut semakin semarak memenuhi seisi puncak Gede, rintik-rintik air pun mulai berjatuhan tak kuasa menahan beban di atas sana. Tak banyak aktifitas dilakukan diatas sana selain harus kembali meneruskan perjalanan pulang menuju Cibodas.
Perjalanan sempat kita hentikan sejenak, saat salah seorang peserta melintasi batas kenangan seorang sahabat yang begitu membekas dalam kehidupannya. Sejenak kami pun diam sesaat untuk memberikan penghormatan dan doa untuknya. Semoga dia ditempatkan yang layak
oleh Allah swt, amin
Hujan tak hentinya mengikuti perjalanan kami pulang, sepertinya cuaca ini begitu kental selalu menyelimuti tegarnya Gede-Pangrango. Menambah semangat karena ingin cepat sampai di bawah untuk menikmati suasana hangat gubuk volunteer. Di Panyancangan kami bertemu dengan rekan-rekan yang tak bias ikut ke surya kencana kemarin. Mereka dengan antusias menunggu kami disana, sungguh sebuah niatan persahabatan yang agung. Walaupun tak pernah bertemu sebelumnya, namun seperti ada ikatan yang tak terbantahkan.
Malam itu sambil menunggu hujan reda, kami masih terus bercengkrama di gubuk Montana, sambil menimati kopi dan makanan kecil yang tersedia. Suasananya begitu mesra dan membuat betah berlama-lama disana. Banyak kawan lama dan baru bercampur disana, sebentuk perjalinan sebuah persahabatan yang sempurna.
Gede, 02-04 2007
hijjau@yahoo.com
hijjau@yahoo.com